18
02 2014 (tulisan lama)
GELAP. Aku
tak bisa melihat, semua memancarkan warna hitam,entah rasa apa ini, tetapi
balakangan ini aku sering merasakan sakit tepatnya rasa tidak nyaman di hati.
Rasa tercekat, dan bahkan ingin menangis merasakan semua ini. Aku mencoba menempis
semua rasa ini, dan ingin ku jemput warna indah pelangi. tak terasa pagi udah
ganti pagi lagi, rasanya cepeeet banget, tapi hari-hari di sini begitu susah di
jalani. Banyak cobaan, bagai daun kering yang telah pasrah di terpa angin, tapi
aku ingin seperti daun yang jatuh dan tak pernah menyalahkan angin.
Tak pernah
terpikir olehku, dan tak sedikitpun ku bayangkan, semua terjadi begitu saja.
Aku gak pernah mbayangin sekolah di SMAIT Nur Hidayah, wisma AL-IKhlas, kamar
AL-A’rof. Aku baru kali ini merasakan tinggal jauh dari orang tua. Rasa hampa,
mellow, sedih, sepi, bahkan sekarang aku tidak tahu rasa bahagia setelah penat
berada di sekolah. Semua terasa begitu biasa, dan berjalan secara monoton.
Pukul 3 bangun, shalat tahajut sampe subuh, lalu shalat subuh di masjid, antri
mandi, nyetrika, piket, sarapan, terus berangkat sekolah. Pulang sekolah udah
pulkul 4, mandi, makan, udah keburu maghrib, habis itu tilawah, isya’, belajar,
tidur. Seperti ituuu terus hingga minggu tiba. Agenda Minggu juga paling enak jalan-jalan
ke alam mimpi. Terus tahu-tahu udah Senin lagi. Huft..
Belom afdhol kalo nyeritain
kisah tentang perjalanan tokoh utama, tanpa adanya tokoh pembantu (dikira Babu,haha)
kenalin temenku yang gokil, kocak, dan sekamar sama aku, namanya Khansa Lailli
Fitria, lebih lengkapnya ditambahin anaknya Pak Sriono di belakang namanya.Dan
panggilan sayangku ke dia itu ENGKONG (dari kata KONGSA alias khansa) Satu lagi
temen yang asyik, baik, bikin aku betah disini, paling gak bisa nafaslah tiap
harinya, satu pikiran juga sama aku (sama-sama gila) dia biasa aku sapa JIHAN.
Nama lengkapnya Jihan Salsabila Purnomo, udah bisa ditebak kan, pasti anaknya
pak Purnomo, Pacitan tulen.
Cerita awal aku bisa
terdampar disini berawal dari banyaknya siswa SMA negri yang berhasil lulus
dengan nilai baik dan ditambah title akhlak BURUK dibelakang . Kalau aku mah
gak begitu masalahin soal begituan. Aku juga udah yakin kalo aku bisa tahan
banting di sana, alias gak kebawa arus. Soalnya aku ini termasuk anak alim di
SMP, gimana enggak ! Aku ketua divisi Kerohanian dan budi pekerti luhur #narsis
#dikit, haha. Udah banyak bekal ilmu agama yang aku dapetin. Tinggal amalin aja
di SMA. Tapi masalahnya ibuku selalu memberi petuah agar menomor satukan
kepentingan akhlak, percuma juga pinter tapi akhlaknya NOL. Maka dari itu, aku
mulai melirik sekolah ini. Padahal tujuan Utamaku SMAN 2 Semarang, tinggal
daftar ulang aja, takdir hidupku akan berubah, bayangkan, NEM udah cukup,
lokasi juga masih terjangkau kalau ngontel, tapi sayang semua itu sudah
tertinggal jauh di belakang.
Keraguan akan sekolah ini
memang begitu banyak, tapi semua bisa tersapu bersih oleh keyakinan hati dan
iman. Akhirnya aku mendaftar 1 hari sebelum tes dimulai. Pagi itu hari Sabtu
pagi, aku di dampingi bapak langsung tancap gas menuju Solo, Surakarta sih
tepatnya. Ambil formulir, ngelengkapin data, keliling tu sekolah, tepatnya di
TU sih yang paling lama J.
Mungkin aku termasuk pendaftar terakhir,hehe.
Terus balik lagi deh ke Semarang. Pagi harinya udah ngegas lagi ke Solo,
buat tes masuk SMAIT Nur Hidayah, malemnya buka buku dulu walau Cuma beberapa
lembar. Lagipula masih ada sisa ilmu yang nempel hasil UN kemarin. Alhamdulillah,
tes berjalan dengan baik. Beberapa hari udah berlalu, aku cek tuh di website
SMAIT, ternyata aku diterima. (Patut disyukuri).
Udah berjarak seminggu dari
pengumuman PPDB, tiba saatnya aku daftar ulang dan ambil seragam, ke Solo lagi
daaah,. Setelah urusan pembayaran di TU selese, aku dikasih tas hijau besar
dengan logo SMAIT yang isinya cuma kain seragam dan kertas penjelasan model
seragam yang akan aku pakai. Setelah sampe rumah, betapa terkejutnya diriku mungkin
melebihi saat aku melihat cicak diatas kepala. Aku gak habis fikir bahwa
kerudung untuk menutupi rambutku gedhenya sama kayak taplak meja di rumah. Aku
pikir ini juga perlu di jahit ulang, tapi ternyata memang kodratnya sebesar
itu. Yahh aku cuma bisa nerima sambil geleng gepala mandang ni jilbab yang
masih aku jembreng di depan kaca. Aku bolak-balik, masih berharap ada keajaiban
yang membuatnya menjadi keci. Tapi NIHIL.
* * *
Seperti kebanyakan sekolah, langkah
selanjutnya setelah daftar ulang dan ambil seragam yaitu MOS (Masa Orientasi
Siswa) aku pakai kostum kayak orang mau kondangan campur pelayan resto. Baju
batik dengan rok putih dan kerudung warna hitam. Di tambah lagi Co-Card yang
gedhenya ampe ngalahin baju batik. Gak sampe di situ aja, tambah malu lagi
disuruh pakae topi bola dengan tas dari botol minum yang dikaitin sama kepangan
rafia warna-warni. AMPUUUN,..
Dan aku mengambil satu hikmah dari semua ini,
aku baru mengerti betapa berharganya waktu bersama keluarga.
0 komentar:
Posting Komentar